Kreatifitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya dalam organisasi social dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses simbolik.
Ada beberapa cara untuk mencari hubungan antara budaya dan
masyarakat. Mannheim, mencoba mencari hubungan antara suatu kelompok
kepentingan tertetnut dalam masyarakat dan pikiran serta modus berpikir yang
mendasari system pengetahuannya.
Raymond Williams, (Culture) menyebutkan bahwa dalam sosiologi
budaya kita menemukan adanya tiga komponen pokok, yaitu lembaga-lembaga budaya,
isi budaya, dan efek budaya atau norma-norma. Lembaga budaya menanyakan siapa
menghasilkan produk budaya; siapa mengkontrol, dan bagaiamana control itu
dilakukan. Isi budaya menanyakan apa yang dihasilkan atau symbol-simbol apa
yang diusahakan. Efek budaya menanyakan konsekuensi apa yang diharapkan dari
proses budaya itu.
Sebagai ilustrasi, kita dapat menunjuk pada norma-norma dan symbol-simbol
masing-masing kategori sejarah.
Dalam kategori tradisional misalnya, norma solidaritas dan
partisipasi menjadi ideology. Di sini kita menemukan bahwa cita-cita
egalitarian diwujudkan dalam berbagai mite, tabu dan tradisi lisan yang
menunjang ideology itu. Dalam kategori patrimonial, yang ideologinya
“kawulo-gusti” kita menemukan norma yang melegitimasikan dan berusaha
memberikan control negara atas masyarakat dalam bentuk simbolik berupa babad,
tabu, mite serta hasil-hasil seni yang mengkeramatkan raja. Dalam kategori
kapitalis, dengan munculnya kelas menengah, kita melihat adanya sastra baru
dengan cerita-cerita baru.
Akhirnya pada kategori teknokratis, kita melihat usaha-usaha untuk
menyatakan kekecewaan dengan realisme di satu pihak, dan keinginan untuk
menjadikan proses simbolis sebagai usaha untuk “social engineering” di lain
pihak.
Sebagai catatan dapat dikemukakan tentang kemungkinan adanya
dikotomi budaya di satu kategori dan juga ada gejala anomali budaya pada
penghujung tiap kategori sejarah. Dalam masyarakat patrimonial misalnya, akan
ada dikotomi social dan budaya antara golongan bangsawan dan petani. Ada budaya
istana dan budaya rakyat yang masing-masing mempunyai lembaga, symbol dan
normanya sendiri. Demikian juga pada kategori kapitalis, kita memiliki dikotomi
budaya dalam budaya tinggi dan budaya popular, dengan lembaga, symbol dan
norma-normanya sendiri. Dalam hal ini perlu diingat bahwa sekalipun dikotomi
itu ada,ada pula mobilitas budaya, ke atas atau ke bawah yang menyebabkan baik lembaga,
symbol, dan normanya tentu saja mengalami transformasi. (pitirim Sorokin)
Kebudayaan menjadi tidak fungsional jika symbol dan normanya tidak
lagi didukung oleh lembaga-lembaga sosialnya, atau oleh modus organisasi social
dari budaya itu. Kontradiksi-kontradiksi budaya dapat terjadi sehingga dapat
melumpuhkan dasar-dasar sosialnya. Kontradiksi budaya dapat juga timbul karena
adanya kekuatan-kekuatan budaya yang saling bertentangan dalam masyarakat.
1 komentar:
YouTube - vimeo - vimeo
Watch youtube mp4 the videos to see the latest videos you love from the likes of The Best Movies, TV Show, Sports, Comedy, Sports, and more. Watch the latest videos
Posting Komentar